Konvergensi IFRS rupanya membuat panik berbagai
pihak. Salah satunya adalah pihak-pihak yang berkepentingan dengan regulasi
perpajakan, terutama adalah para mahasiswa. Dalam tulisan kali ini, saya akan
memaparkan beberapa poin (tidak semua, namun yang cukup penting) terkait dampak
konvergensi IFRS terhadap regulasi perpajakan (kata kunci: dampak konvergensi
IFRS pajak).
SAK Pasca Dicanangkan Konvergensi IFRS
Setelah dicanangkannya konvergensi IFRS,
Indonesia saat ini memiliki 3 SAK yaitu, SAK Umum (berbasis IFRS), SAK ETAP
(berjiwa IFRS for SME), dan SAK Syariah (bernafaskan prinsip-prinsip syariah di
Indonesia). Dampak terdapatnya 3 SAK bagi peraturan perpajakan adalah, dalam
peraturan perpajakan, dinyatakan bahwa pembukuan (untuk tujuan pajak)
menggunakan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali Peraturan Perpajakan menyatakan
lain. Hal ini berarti, untuk tujuan pajak, digunakan perlakuan akuntansi sesuai
dengan peraturan pajak, kecuali jika tidak diatur dalam peraturan perpajakan,
maka pengaturan akuntansinya menggunakan SAK (KUP 28/2007).
Dalam kondisi terdapatnya 3 SAK, yang mana 2 SAK
mengatur entitas (SAK Umum dan SAK ETAP) dan 1 SAK mengatur transaksi (SAK Syariah),
maka hal ini perlu dicermati oleh regulator perpajakan. Para petugas pajak
harus memiliki pemahaman atas SAK ETAP dan SAK Umum.
Jika wajib pajak merupakan entitas
berakuntabilitas publik, maka wajib pajak tersebut akan menggunakan SAK Umum.
Oleh karena itu, pemeriksa pajak harus memahami SAK Umum untuk pelakuan
akuntansi atas hal-hal yang tidak diatur dalam peraturan pajak. Namun, jika
wajib pajak merupakan entitas tanpa akuntabilitas publik, maka wajib pajak
tersebut akan menggunakan SAK ETAP (kecuali jika regulator menyatakan lain).
Oleh karena itu, pemeriksa pajak harus memahami SAK ETAP untuk perlakuan
akuntansi atas hal-hal yang tidak diatur dalam peraturan pajak.
Oleh karena adanya kemungkinan terjadi perbedaan
pengaturan antara SAK ETAP – SAK Umum – Peraturan Perpajakan, maka regulator
pajak perlu mengatasi perbedaan penafsiran yang sangat mungkin terjadi di
lapangan. Sehingga, pemeriksa pajak yang satu dan yang lain tidak akan memiliki
penafsiran yang berbeda cukup signifikan atas suatu hal/item (item
bisa digunakan dalam standar untuk menggantikan pos, unsur, atau hal-hal lain
terkait transaksi/laporan keuangan) tertentu.
Aset Takberwujud
Contoh item yang tidak diatur dalam
peraturan pajak dan oleh karena itu menggunakan SAK sebagai dasar adalah aset
takberwujud. Dalam peraturan perpajakan, aset takberwujud mengacu ke SAK (dalam
hal batasan dan pengakuan) sesuai dengan Pasal 28 UU KUP. Padahal, pengaturan
aset takberwujud untuk SAK ETAP dan SAK Umum berbeda. Untuk SAK Umum, aset
takberwujud dapat dihasilkan secara internal (dari proses pengembangan/development)
maupun eksternal (membeli lisensi, hak cipta, dll). Untuk SAK ETAP, aset
takberwujud hanya yang dihasilkan secara eksternal saja. Perlakuan untuk
amortisasi aset takberwujud berdasar UU KUP adalah 20 tahun atau mengikuti
klasifikasi UU No.11 mengenai aset, sedangkan berdasar SAK Umum dapat berumur
terbatas atau takterbatas, dan berdasarkan SAK ETAP umurnya terbatas.
Mata Uang Pembukan dan Mata Uang
Pelaporan
Terdapat perbedaan pengaturan dalam hal
penggunaan mata uang pelaporan. Berdasarkan peraturan pajak dan SAK ETAP, mata
uang pelaporan dan pembukuan dalam rupiah. Sedangkan dalam SAK Umum menggunakan
mata uang fungsional sebagai mata uang pembukuan dan mata uang pelaporan
rupiah.
Fair Value Accounting
Seringkali yang ditakutkan dari dampak
konvergensi IFRS terhadap peraturan perpajakan adalah mengenai diterapkannya Fair
Value Accounting (FVA). Namun, patut dicermati bahwa penerapan FVA atau
penggunaan model revaluasi merupakan sebuah pilihan. Entitas boleh memilih akan
menggunakan model biaya (historical cost model) atau model revaluasi
(menggunakan FVA). Penggunaan FVA yang wajib hanya di kategori instrumen fair
value through profit or loss (FVTPL). Selain itu, jika tidak ada marketnya,
maka menggunakan valuation technique.
Permasalahan FVA di Indonesia tidak sebesar
kelihatannya. Selain itu, secara rasional bisnis akan cenderung bertahan di historical
cost.
Revaluasi
Berdasarkan SAK Umum, revaluasi merupakan pilihan
dan tidak perlu seizin regulator. Berdasarkan peraturan perpajakan, PMK
No.79/PMK.03/2008, revaluasi tidak dapat dilakukan setiap saat. Sedangkan
berdasarkan SAK ETAP revaluasi harus seizin regulator.
Goodwill
Berdasarkan peraturan perpajakan, goodwill
diamortisasi. Berdasarkan SAK Umum, goodwill tidak diamortisasi namun diuji
penurunan nilainya. Untuk kombinasi bisnis, SAK Umum sudah tidak mengizinkan pooling
of interest method – sesuai perlakuan dalam IFRS (kecuali untuk perlakuan
transaksi entitas sepengendali).
Masa Transisi
Dalam masa transisi dari penggunaan SAK lama ke
SAK baru yang berbasis IFRS, banyak entitas yang tiba-tiba memiliki aset dalam
jumlah besar, atau melakukan revaluasi sehingga nilai asetnya naik. Dalam
kondisi sekarang ini, yang mana peraturan pajak dan petugas pajak masih ‘saklek‘,
rule based, dan ‘jadul‘, entitas cukup dirugikan. Hal ini
dikarenakan peningkatan aset atau laba tersebut terjadi bukan secara nyata,
namun hanya karena pengaruh perubahan kebijakan akuntansi baru (berbasis IFRS)
yang cukup ekstrim. Padahal, dasar pengenaan pajak adalah atas peningkatan
penghasilan. Oleh karena itu, regulator perpajakan perlu menyikapi secara cepat
untuk hal-hal terkait dengan transisi regulasi ini, sehingga entitas-entitas
dapat melakukan transisi ke SAK Umum yang berbasis IFRS dengan tenang. Pada
kenyataannya, cukup banyak entitas yang mengeluh untuk menerapkan SAK Umum atau
untuk mengadopsi IFRS (sebagai contoh akan diadopsinya IAS 41: Agriculture),
bukan karena rumitnya standar tersebut, namun lebih karena permasalahan pajak
dalam masa transisi ini.
Satu hal yang perlu diingat, konvergensi IFRS
merupakan kesepakatan pemerintah dalam forum G-20. Konvergensi ini bukan
merupakan pekerjaan DSAK-IAI saja. Regulator-regulator seperti Bank Indonesia,
Bapepam, dan asosiasi-asosiasi industri telah menyelaraskan regulasi mereka
dengan SAK Umum, sebagai bukti dukungan mereka terhadap komitmen pemerintah.
Sayangnya, regulator perpajakan merupakan regulator yang dinilai paling lambat
dalam menyikapi konvergensi IFRS ini.
Perbedaan Akuntansi dan Pajak, Selamanya
Di belahan dunia manapun, hingga saat ini,
pengaturan akuntansi selalu berbeda dengan peraturan perpajakan. Hampir tidak
ada peraturan akuntansi yang sama dengan peraturan perpajakan. Hal ini
dikarenakan tujuan dari akuntansi dan tujuan perpajakan berbeda. Selain itu,
prinsip-prinsip dari standar akuntansi dan peraturan perpajakan juga berbeda.
Pengaturan dalam standar akuntansi berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi dan
digunakan untuk pelaporan keuangan bertujuan umum (general purpose
financial statement), sedangkan pengaturan dalam peraturan perpajakan
berdasarkan aturan (rule based) dan bertujuan khusus (untuk penarikan
pajak – kepentingan si penarik pajak/pemerintah). Oleh karena itu, konvergensi
IFRS tidak harus membuat peraturan perpajakan juga ikut konvergen (apalagi
peraturan perpajakan induknya adalah undang-undang, yang mana jika ingin
mengubah undang-undang proses birokrasinya sangat lama dan berbelit di DPR).
Namun, walaupun perbedaan antara SAK dan
Peraturan Perpajakan tidak akan pernah bisa dihilangkan, sebaiknya regulator
perpajakan tetap melakukan tindakan untuk meminimalkan bentang perbedaan antara
SAK yang ada saat ini (SAK Umum & ETAP) dengan Peraturan Perpajakan. Hal
ini dikarenakan SAK sudah berkembang sangat pesat, sedangkan Peraturan
Perpajakan sangat tertinggal jauh dalam hal penggunaan dasar akuntansinya.
Perbedaan antara SAK Umum dengan SAK ETAP, dan
SAK (Umum dan ETAP) dengan Peraturan Perpajakan, harus mulai disikapi oleh para
petugas pajak, atau calon-calon petugas pajak yang saat ini sedang kuliah.
Pemahaman atas SAK Umum dan SAK ETAP merupakan hal yang cukup penting. Secara
umum, entitas yang menggunakan SAK ETAP jumlahnya lebih banyak daripada entitas
yang menggunakan SAK Umum. Namun dari segi pemasukan pajak, entitas yang
menggunakan SAK Umum lebih besar jumlahnya daripada SAK ETAP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar